Jumat, 07 Maret 2014

aku tak tahu



AKU TIDAK TAHU


Aku tidak tahu harus aku mulai dengan apa puisi ini
Sementara nutrisi batinku semakin melemah
Aku tak ingin dianggap pernah ada
Atau bahkan adaku memang tidak pernah ada
Padahal bulir-bulir rindu akan selalu menjajakku
Bagaimana aku mengobatinya?
Sementara tak ada tempat lagi yang bersedia aku tunggangi.

Bisakah aku abadi Sekalipun dengan guratan pena?
Bisakah aku abadi Sekalipun dengan segelintir peluh?
Tapi bagaimana bisa?
Penaku tak lagi membekas
Peluhku tak lagi menetas

Membuat abadi memang tak mudah
Karena sama halnya denga tak mudahnya kita melukis
Di atas cakrawala,
Tapi bukan berarti tak bisa membuat abadi
Karena membuat abadi tidak terlalu sulit

Cukup berguru pada batu yang menjadi sejarah rahasia Ibnu Hajar
Cukup berguru pada kaktus yang masih tetap hidup
Sekalipun berada di gurun pasir yang gersang
Tidak pernah menghiraukan dahaga fatamorgana
Tidak pernah merisaukan keterasingan yang mendesing desing
Tidak pula menghawatirkan  hidup yang terkatung-katung

Sepertinya puisi ini hampir rampung
Tapi aku tidak tahu bagaimana mengakhirinya
Sama halnya dengan aku tidak tahu bagaimana mengawalinya
Karena tinta ini tetap mengalir deras
Membanjiri kertas yang putih ini

Sekalipun begitu,
Rupa-rupanya aku akan tetap mengakhiri
Karena aku tak ingin menjadi sombong diri
Begitu saja melupakan siapa? bagaimana? Dan untuk apa?
maka selayaknya puisi ini aku akhiri dengan do’a saja


Allahumma Agnini bil ilmi
Wa zayyini bil hilmi
Wa Albisni bittaqwa
Wa Akrimni bil afiyyah

(yaallah ya Tuhanku, kayakanlah aku dengan ilmu
Dan hiasilah aku dengan kedermawanan
Dan bajuilah aku dengan ketaqwaan
Dan mulyakanlah aku dengan  kesehatan).

By: Ef. Amin Elfibyan
Beraji, 09 februari 2014