NYANYIAN MALAM
Malam ini adalah malam yang menamparku
Dengan juntrung hujan di sela-sela
rembulan bersujud
Gemintang bertasbih
Sedangkan mimpiku melukis ketakutan
Sehingga keringat menyetubuhi kulitku
Banyak sekali jerit menyeru rinai
Hujan yang berkepanjangan
Tidurpun tak lelap mematahkan tenang
yang mendiami Jiwa
Kulihat bibirnya mengerikan
Sebab sekali saja mengecup baju, topi
serta celana
Akan berlari sejadi-jadinya
Karena malam membentaknya.
Beraji,
15 april 2012
NYANYIAN HUJAN
Hujan yang mengantarkan kita di sudut
kemesrahan
kini telah meninggalkan kita begitu
jauh sekali
antara musim tembakau dan musim jagung
namun tetap saja wajah kita
adalah wajah yang pernah dipertemukan
oleh hujan
sebab itu biarkan saja hujan menjemput kita
kembali di sana
dalam bahasa yang kita pakai
memang terlanjur basah namun semua itu
akan memetakkan kenangan menjadikan
tunggangan
mengelus rerumputan supaya menghijau
sejenak mata kita tak dapat bicara
lantaran halilintar membentaknya
jangankan mengedipkan mata
menggerakkan runcing alis saja tak
dapat
wajah kita pucap pasi, bak kain kafan
persendian kita lentur layaknya tanpa
otot
hujan belum usai kala itu jerit semkain
menggemuruh.
Beraji,
15 april 2012
NYAYIAN SEKEPAL PUISI
Sekepal puisi di tanganku telah kuremas
Menjadi butiran permata
Parsanga,
16 april 2012
NYANYIAN BURUNG-BURUNG
Sajak yang aku rangkai ini adalah telur
Yang menetas dari nyanyian
burung-burung
Gaduh sekali kala fajar mengusir malam
Pengantin petang dan siang menjadikan
burung-burung
Bercerita tak menentu
Semua arah dipenuhinya semua sudut
dibelainya
Aduhai burung-burung
Yang bermalam di pinggir kali
Pulanglah ayah ibumu memanggil namamu
Sejak adzan berkumandang
Sementara tak ada yang mengimami
diantara kalian, semua terlelap
Membuat serangkaian awan susut di pagi
hari lantaran
Teman-temanmu bertebaran mengitari
langit dunia
Sampai jejak angin melukis badai di
tempatmu
Merebahkan raga mengasingkan perasaan
begitu jauh sekali
Mendayungkan asa yang hampa
Sementara sajak ini takkan pernah aku
rampungkan
Sebelum burung-burung usai menyanyi.
Pos
ronda, 16 april 2012
NYANYIAN ASAP ROKOK
Kurogoh sebatang rokok di saku
Kunyalakan disela-sela imajiku membeku
namun tak dapat
Merayuku tetap saja sunyi menjadi
tembang kelanaku
Selama pagi mendengkur
Aku bias terpaku lantaran jubahku
Lebih suka membungkuk menunggangi
sejadah persujudan usai melantai
Uh,,,, aku hisap asap rokok perlahan
Mengajarkan bersantai di kedai-kedai
Menyunting fantasi selama api rokok
menyulut panjang batang yang berasap
Bila punting rokokku tengkurap
Adalah bukti perjalanan imaji usai
Dan kembali menyalakan lembayung di
mataku
Sejenak tertegun
Sajak ini sebenarnya tak perlu aku
tulis
Namun sebagai sajak pembuktian dan
jejak
Yang tak mudah terhapus oleh debu
Sekalipun bertebaran menghadang api
rokokku
Tetap saja nyanyian asap rokok
mencairkan
Perasaan yang beku.
Beraji,
16 april 2012
NYANYIAN KEPEDIHAN
Kelihatannya lamban sekali permainan
kali ini
Membiduk sepercik kegetiran,
Cahaya yang pendar di dadamu
Membenamkan khaldun
Merengkuh bendera yang belum pernah aku
kibarkan
Sampai lengking seruling menyeru
kekacauan
Membisingkan ingatanku, sepedih embun
yang mengarat di dedaunan
Bersama tarian burung-burung
Segala dzikir yang pernah aku makan
Kini terlelap di perutku menyanyikan
kepedihan
Dengan harmoni yang mengalunkan
kegersangan
Satu permata yang mengkedipkan tatapan
Mencairkan liur, membakar hasrat
Sementara semua itu telah musnah oleh
jerit fatamorgana
Aku ingin sekali memajang bianglala
Yang menjelma bidadari di wajah dunia
Sehingga matahari memeluknya dengan
gairah yang tak pernah retak
Sampai seluruh penghuni jagat raya
menyaksikan
Untuk mengusirnya kepengasingan.
Parsanga.
16 april 2012
NYANYIAN KENANGAN
Sahabat semangatmu adalah semangat yang
pernah
Mengarat diantara belantara para santri
Yang selalu menghafal I’lal dan imriti
Ikutilah arah mata angin yang pernah
engkau pelajari
Sekalipun belum sempurna
Agar senggama biji-bijian yang telah
berhasil kau tanam
Tumbuh kemudian bergelantung buah-buah
Sahabat kini matahari mulai ditelan
bumi
Biasanya kita beramai-ramai kesungai
Untuk mengusir pengap yang setia
menemani sahabat
Yang tak pernah alpa beribadah
menyalurkan
Amal pada tabungan sorga,
Kau adalah orang yang paling sanggup
memasunng diri
Dibarisan terdepan, sementara aku hanya
mampu
Menyisihkan badan di tempat yang hampa
Sebab kalau tidak para setan
berdecak-decak
Sahabat, jangan kau bertanya tentang
kenangan
Karena belum sempat aku potret kenangan
Yang pernah kita rampungkan di tempat
itu dan ingus kita di sana
1
maret 2012
NYANYIAN SENJA
Bila senja mengumandangkan liur
kehidupan
Niscaya sekepal roh menitikkan musim
disudut keremangan
Karena tak mampu lagi membaringkan
sejuk sesusut rinai embun
Syahadat yang pernah terluncur di hati
kini mulai memudar
Terbesit riung himne di pagi hari.
Samapai tiba nanti senyum menggedor
–gedor serak di ambang pintu yang gontai, menyibak seribu dahaga bergelantung
di bawah leher kemarau
Seperti pekikan kuda binal di kesunyian
malam.
Pangarangan,
26 maret 2012
NYANYIAN ISRAFIL
Mungkin fajar telah kehilangan
gemintang
Sementara tatkala matahari mulai
menatap
Sebinal perjalanan burrok dari masjidil
haram ke masjidil aqso
Menunddukan angin yang berhembus tak
bersahabat,
Lengkap dengan jubah israil menemani
muhammad
Dan tatakala israfil meniup sangkakala,
Angin-angin mengantarkannya menuju
persemedian gendang telinga
Seluruh roh diperintah untuk bangkit
kembali
Mendatangi tempat yang telah sewajarnya
dihuni
Ada yang menggunting lidah hingga
buntung
Ada yang membawa perutnya sebesar kubah
Dan tak jarang kita jumpai orang yang
mminum
Nanah dan darah yang selalu mengalir
deras
Disetiap hembusan nafas. Sampai tiba
akhirnya penghisapan.
Pangarangan,
26 maret 2012
TAK SETUA USIA IMAJI
Bilakah rindu ini aku teluncurkan
Sementara angin pembawa kabar
Tak lagi berteduh
Di tamanku
Seasing kesunyian
Di sela-sela bibir menggendong senyum
Namun tak setua imaji
Yang bergejolak mengobar-ngobar
persndianku
Sampai galau yang menjadi teman
Telanjang merampungkannya
Di tempat duduk dengan secangkir kopi
10
april 2012
NYANYIAN
PERJUANGAN
Aduhai
malam menyejukkan sebongkah syahadat
yang kami saksikan dulu,
menyisihkan
mawar lembayung di ubun kami,
sejenak
kemudian kami terapung dibelantara peraduan kemelut rindu perjuangan,
semesta
bakat yang mereka runcingkan mulai menusuk-nusuk salju dijiwa kami,
samudra
minat yang mereka eluskan dengan debur ombak mulai deras mengalirkan sulutan
prestasi, baju
yang setiap hari kami ayunkan dibadan kami,
mematri
semangat yang menggebu-gebu kepribadian kami,
sampai
tiga musim kami kepakkan sayap mengitari dedaunan,
melusuhkan
keremangan, memetik bebunga,
menyemburkan
bebijian diantara lembah-lembah,
yang
kami jadikan bangunan bertingkat.
Entah
dengan apa kami tebus semua itu,
kami
tunjjukkan langit, bulan bintang tak lagi bergeming lantaran temaram tergendong
awan, kami rapatkan ketaman, bebunga mulai layu
tak lagi tebarkan aromanya, hanya
saja senyum yang berlarian di bibir kami masih mampu membujuknya.
Sekedar
bahasa yang melumuri hari-hari kami,
merias
sekujur kehidupan di pangkuan wajah dunia, senandung kafilah batin kami
memunajatkan
liur
hasrat mewujudkan mimpi, tiada yang mampu menghalang-halangi selagi lengan baju
masih tersing-sing, semangat berkobar-kobar aku akan kami kecoh tebing yang
terjal di depan kami, sekalipun menyemburkan berjuta bahaya.
Alangkah
indah alunan harmoni persahabatan yang kami awali dengan pertemuan
Selembar
peristiwa yang kami lumutkan di mading kesibukan, meremangkan cerita-cerita
hening, Bahasa yang kami tenun melahirkan
masyarakat intelek,
Senda
gurau memang obat kegelisahan mengguyuri seribu tangis di jiwa, sedangkan
seberkas lamunan yang kami tumpang tindihkan mengencangkan imaji yang binal di
kepala.
Pariwara
ini belum berakhir hingga langit tak berawan, sementara mendung berkaca-kaca
ingin rasanya meludahi bumi,
Semuanya
jadi bisu lengking seruling kemunafikan tak lagi mengalun,mengamangi pengembaraan
perasaan yang melunta-lunta di ambang kebahagiaan.
Bangkal,
16 april 2012
MENATA RANJANG BATIN
Sketsa noda yang mencabik-cabik debu di
dada
Mengasingkan kemelut rindu keheningan
Selama 74 jam jendela batinku
mengelilingi
Imajinasi memotret kemilau ringik
bebunga
Yang baru saja bermekaran
Aku nikmati aroma yang menyeruak dari
kelopakya
Menyudutkan hasrat kerumunan
Selama mata terbuka
Nadi berdetak
Jiwa tembangkan syair-syair romance
Embun semakin ramai dengan senyum
Membelai rambut telanjang
Menata ranjang batin
Hingga menyenyakkan tafakkur
Setiap saat.
Bangkal,
12 april 2012
SEPERTI MALAM YANG
MELELAPKANKU
Seperti malam yang melelapkanku
Serta wajahmu seringkali menggadaikan
kelembutan dimataku
Setelah kenangan berhasil kita mandikan
Dengan permadani, sejuta senyum
mengitarinya
Lalu setiap kedai yang pernah kita
tempati
Selalu melambaikan teduh kesejukan
Bila aku tenun musim menjadi gaun yang
indah
Kau mengakak sejadi-jadinya
Mengundang amarah angin lelatu
Karena di sampingmu hamparan tikar
Mengersuk tak bersahabat lagi
Bila kau sematkan cinta yang kuutus
padamu
Menjadi raja di pangkuanmu
Kado yang dibawanya kau musiumkan
Di dadamu hingga sejarah memanuskripkan
Bagai laila majnun
Bila wajahku dan wajahmu meramaikan
suasana
Bak gemintang meramaikan malam
Bak cumbuan embun meramaikan pagi
Menjadikan selaksa kebahagiaan
Terpingkal-pingkal menawari kebinasaan.
Masjid
jamik Al karimiyyah, 15 april 2012
NARASI SEPI
Hem….
Sepiku diantara keramaian
Melumpuhkan kelopak semangat,
Masa ia seribu jam aku melukis
keremangan
Di bawah bongkahan pohon bebiruan,
Ih,,, sepatu tuaku mengajak berlari
Padahal mata kakiku bengkak
Sejak kapan mendung duka yang pernah
Terpahat dikerudung sunyi angin siang
Menggubah langit yang berwarna biru
Sehingga malaikat bubar melaksanakan
Rapat paripurna
Akibat putting beliung kalang kabut
Tak memikirkan arah
Sementara jadwal yang telah ia
pangpangkan
Mulai ternganga disepanjang mendung.
Kukira itu persoalan biasa
Persoalan yang nantinya mengajakku
menemui
Raja-raj samudra yang selama ini
Telah banyak mengusir gerak-gerik
Yang mencurigakan
Aduhai mengapa jadi bimang
Padahal dikediaman sendiri
Kediaman yang penuh lirik senyum
Memikirkan kebinasaan yang tak jelas.
3
maret 2012
MASYARAKAT BAWAH SIWALAN
Sejuk
abjad yang kubelai di persimpangan kesibukan
mengisyaratkan
perjalanan khafilah yang berabad-abad
namun
tak lupa kutambalkan di dinding namanya
merajam
waktu separuh tarian matahari,
kemudian
kumulai keberanian menggubah salju
di
bening sofa memintal tatapan kekanan kemudian kekiri,
udara
yang busuk mulai menyeringai hidung
hingga
akhirnya pintu gerbang mengusirku
di
pinggiran lorong yang di satpami tiga pendekar.
Perjalan
khafilah belum tiba di masyarakat bawah siwalan.
Longos,2012
KUNANG-KUNANG BERTAFAKKUR
Kemarin tadi adalah persahabatanku
dengan jenggot sawah yang mulai menguning,
diantara bola mata perjalanan
seperti aliran gerimis yang
berdesing-desing
merangkul seribu rindu dedaunan yang
melambai-lambai kehausan, sepercik keinginan menabuh gendang kecapi di ulu hati
menabur canda ria menitiri
sungai-sungai
batu tikar yang telah berhasil
membaringkanku di ujung arusnya menyala-nyala menebas batang leher lumut-lumut,
siapapun dilumatnya termasuk sekawanan
badai pekabar bijak,
seiring kami didengus oleh keremangan
dari buritan wajah mengunjungi seribu kunang-kunang bertafakkur
di bawah bentangan langit mengharap
petang berkepanjangan,
tak sempat lama pertemuan kami
dengannya
terusir oleh dua deminsi menghadang
arah.
Banuaju,22 maret 2012