Kamis, 12 Desember 2013

sekelumit Nyanyian puisi



NYANYIAN MALAM

Malam ini adalah malam yang menamparku
Dengan juntrung hujan di sela-sela rembulan bersujud
Gemintang bertasbih
Sedangkan mimpiku melukis ketakutan
Sehingga keringat menyetubuhi kulitku
Banyak sekali jerit menyeru rinai
Hujan yang berkepanjangan
Tidurpun tak lelap mematahkan tenang yang mendiami  Jiwa
Kulihat bibirnya mengerikan
Sebab sekali saja mengecup baju, topi serta celana
Akan berlari sejadi-jadinya
Karena malam membentaknya.

Beraji, 15 april 2012


NYANYIAN HUJAN

Hujan yang mengantarkan kita di sudut kemesrahan
kini telah meninggalkan kita begitu jauh sekali
antara musim tembakau dan musim jagung

namun tetap saja wajah kita
adalah wajah yang pernah dipertemukan oleh hujan
sebab itu biarkan saja hujan menjemput kita kembali di sana
dalam bahasa yang kita pakai

memang terlanjur basah namun semua itu
akan memetakkan kenangan menjadikan tunggangan
mengelus rerumputan supaya menghijau

sejenak mata kita tak dapat bicara
lantaran halilintar membentaknya
jangankan mengedipkan mata
menggerakkan runcing alis saja tak dapat
wajah kita pucap pasi, bak kain kafan
persendian kita lentur layaknya tanpa otot
hujan belum usai kala itu jerit semkain menggemuruh.

Beraji, 15 april 2012



NYAYIAN SEKEPAL PUISI

Sekepal puisi di tanganku telah kuremas
Menjadi butiran permata

Parsanga, 16 april 2012

  
 NYANYIAN BURUNG-BURUNG

Sajak yang aku rangkai ini adalah telur
Yang menetas dari nyanyian burung-burung

Gaduh sekali kala fajar mengusir malam
Pengantin petang dan siang menjadikan burung-burung
Bercerita tak menentu
Semua arah dipenuhinya semua sudut dibelainya
Aduhai burung-burung
Yang bermalam di pinggir kali
Pulanglah ayah ibumu memanggil namamu
Sejak adzan berkumandang

Sementara tak ada yang mengimami diantara kalian, semua terlelap
Membuat serangkaian awan susut di pagi hari lantaran
Teman-temanmu bertebaran mengitari langit dunia
Sampai jejak angin melukis badai di tempatmu
Merebahkan raga mengasingkan perasaan begitu jauh sekali

Mendayungkan asa yang hampa
Sementara sajak ini takkan pernah aku rampungkan
Sebelum burung-burung usai menyanyi.

Pos ronda, 16 april 2012

 NYANYIAN ASAP ROKOK

Kurogoh sebatang rokok di saku
Kunyalakan disela-sela imajiku membeku namun tak dapat
Merayuku tetap saja sunyi menjadi tembang kelanaku

Selama pagi mendengkur
Aku bias terpaku lantaran jubahku
Lebih suka membungkuk menunggangi sejadah persujudan usai melantai

Uh,,,, aku hisap asap rokok perlahan
Mengajarkan bersantai di kedai-kedai
Menyunting fantasi selama api rokok menyulut panjang batang yang berasap

Bila punting rokokku tengkurap
Adalah bukti perjalanan imaji usai
Dan kembali menyalakan lembayung di mataku
Sejenak tertegun

Sajak ini sebenarnya tak perlu aku tulis
Namun sebagai sajak pembuktian dan jejak
Yang tak mudah terhapus oleh debu
Sekalipun bertebaran menghadang api rokokku
Tetap saja nyanyian asap rokok mencairkan
Perasaan yang beku.
Beraji, 16 april 2012



NYANYIAN KEPEDIHAN

Kelihatannya lamban sekali permainan kali ini
Membiduk sepercik kegetiran,
Cahaya yang pendar di dadamu
Membenamkan khaldun
Merengkuh bendera yang belum pernah aku kibarkan
Sampai lengking seruling menyeru kekacauan
Membisingkan ingatanku, sepedih embun yang mengarat di dedaunan
Bersama tarian burung-burung

Segala dzikir yang pernah aku makan
Kini terlelap di perutku menyanyikan kepedihan
Dengan harmoni yang mengalunkan kegersangan

Satu permata yang mengkedipkan tatapan
Mencairkan liur, membakar hasrat
Sementara semua itu telah musnah oleh jerit fatamorgana

Aku ingin sekali memajang bianglala
Yang menjelma bidadari di wajah dunia
Sehingga matahari memeluknya dengan gairah yang tak pernah retak
Sampai seluruh penghuni jagat raya menyaksikan
Untuk mengusirnya kepengasingan.

Parsanga. 16 april 2012

NYANYIAN KENANGAN


Sahabat semangatmu adalah semangat yang pernah
Mengarat diantara belantara para santri
Yang selalu menghafal I’lal dan imriti
Ikutilah arah mata angin yang pernah engkau pelajari
Sekalipun belum sempurna
Agar senggama biji-bijian yang telah berhasil kau tanam
Tumbuh kemudian bergelantung buah-buah
Sahabat kini matahari mulai ditelan bumi
Biasanya kita beramai-ramai kesungai
Untuk mengusir pengap yang setia menemani sahabat
Yang tak pernah alpa beribadah menyalurkan
Amal pada tabungan sorga,
Kau adalah orang yang paling sanggup memasunng diri
Dibarisan terdepan, sementara aku hanya mampu
Menyisihkan badan di tempat yang hampa
Sebab kalau tidak para setan berdecak-decak
Sahabat, jangan kau bertanya tentang kenangan
Karena belum sempat aku potret kenangan
Yang pernah kita rampungkan di tempat itu dan ingus kita di sana

1 maret 2012

 NYANYIAN SENJA

Bila senja mengumandangkan liur kehidupan
Niscaya sekepal roh menitikkan musim disudut keremangan
Karena tak mampu lagi membaringkan sejuk  sesusut rinai embun
Syahadat yang pernah terluncur di hati kini mulai memudar
Terbesit riung himne di pagi hari.

Samapai tiba nanti senyum menggedor –gedor serak di ambang pintu yang gontai, menyibak seribu dahaga bergelantung di bawah leher kemarau
Seperti pekikan kuda binal di kesunyian malam.


Pangarangan, 26 maret 2012

NYANYIAN ISRAFIL


Mungkin fajar telah kehilangan gemintang
Sementara tatkala matahari mulai menatap
Sebinal perjalanan burrok dari masjidil haram ke masjidil aqso
Menunddukan angin yang berhembus tak bersahabat,

Lengkap dengan jubah israil menemani muhammad
Dan tatakala israfil meniup sangkakala,
Angin-angin mengantarkannya menuju persemedian gendang telinga
Seluruh roh diperintah untuk bangkit kembali
Mendatangi tempat yang telah sewajarnya dihuni

Ada yang menggunting lidah hingga buntung
Ada yang membawa perutnya sebesar kubah
Dan tak jarang kita jumpai orang yang mminum
Nanah dan darah yang selalu mengalir deras
Disetiap hembusan nafas. Sampai tiba akhirnya penghisapan.


Pangarangan, 26 maret 2012

TAK SETUA USIA IMAJI

Bilakah rindu ini aku teluncurkan
Sementara angin pembawa kabar
Tak lagi berteduh
Di tamanku

Seasing kesunyian
Di sela-sela bibir menggendong senyum
Namun tak setua imaji
Yang bergejolak mengobar-ngobar persndianku
Sampai galau yang menjadi teman
Telanjang merampungkannya
Di tempat duduk dengan secangkir kopi


10 april 2012

 NYANYIAN PERJUANGAN

Aduhai malam  menyejukkan sebongkah syahadat yang kami saksikan dulu,
menyisihkan mawar lembayung di ubun kami,
sejenak kemudian kami terapung dibelantara peraduan kemelut rindu perjuangan,
semesta bakat yang mereka runcingkan mulai menusuk-nusuk salju dijiwa kami,
samudra minat yang mereka eluskan dengan debur ombak mulai deras mengalirkan sulutan prestasi, baju yang setiap hari kami ayunkan dibadan kami,
mematri semangat yang menggebu-gebu kepribadian kami,
sampai tiga musim kami kepakkan sayap mengitari dedaunan,
melusuhkan keremangan, memetik bebunga,
menyemburkan bebijian diantara lembah-lembah,
yang kami jadikan bangunan bertingkat.

Entah dengan apa kami tebus semua itu,
kami tunjjukkan langit, bulan bintang tak lagi bergeming lantaran temaram tergendong awan, kami rapatkan ketaman, bebunga mulai layu tak lagi tebarkan aromanya, hanya saja senyum yang berlarian di bibir kami masih mampu membujuknya.
Sekedar bahasa yang melumuri hari-hari kami,
merias sekujur kehidupan di pangkuan wajah dunia, senandung kafilah batin kami memunajatkan
liur hasrat mewujudkan mimpi, tiada yang mampu menghalang-halangi selagi lengan baju masih tersing-sing, semangat berkobar-kobar aku akan kami kecoh tebing yang terjal di depan kami, sekalipun menyemburkan berjuta bahaya.

Alangkah indah alunan harmoni persahabatan yang kami awali dengan pertemuan
Selembar peristiwa yang kami lumutkan di mading kesibukan, meremangkan cerita-cerita hening, Bahasa yang kami tenun melahirkan masyarakat intelek,
Senda gurau memang obat kegelisahan mengguyuri seribu tangis di jiwa, sedangkan seberkas lamunan yang kami tumpang tindihkan mengencangkan imaji yang binal di kepala.
Pariwara ini belum berakhir hingga langit tak berawan, sementara mendung berkaca-kaca ingin rasanya meludahi bumi,
Semuanya jadi bisu lengking seruling kemunafikan tak lagi mengalun,mengamangi pengembaraan perasaan yang melunta-lunta di ambang kebahagiaan.
Bangkal, 16 april 2012
MENATA RANJANG BATIN

Sketsa noda yang mencabik-cabik debu di dada
Mengasingkan kemelut rindu keheningan
Selama 74 jam jendela batinku mengelilingi
Imajinasi memotret kemilau ringik bebunga

Yang baru saja bermekaran
Aku nikmati aroma yang menyeruak dari kelopakya
Menyudutkan hasrat kerumunan

Selama mata terbuka
Nadi berdetak
Jiwa tembangkan syair-syair romance
Embun semakin ramai dengan senyum
Membelai rambut telanjang

Menata ranjang batin
Hingga menyenyakkan tafakkur
Setiap saat.

Bangkal, 12 april 2012


SEPERTI  MALAM  YANG  MELELAPKANKU

Seperti malam yang melelapkanku
Serta wajahmu seringkali menggadaikan kelembutan dimataku
Setelah kenangan berhasil kita mandikan
Dengan permadani, sejuta senyum mengitarinya
Lalu setiap kedai yang pernah kita tempati
Selalu melambaikan teduh kesejukan

Bila aku tenun musim menjadi gaun yang indah
Kau mengakak sejadi-jadinya
Mengundang amarah angin lelatu
Karena di sampingmu hamparan tikar
Mengersuk tak bersahabat lagi

Bila kau sematkan cinta yang kuutus padamu
Menjadi raja di pangkuanmu
Kado yang dibawanya kau musiumkan
Di dadamu hingga sejarah memanuskripkan
Bagai laila majnun

Bila wajahku dan wajahmu meramaikan suasana
Bak gemintang meramaikan malam
Bak cumbuan embun meramaikan pagi
Menjadikan selaksa kebahagiaan
Terpingkal-pingkal menawari kebinasaan.

Masjid jamik Al karimiyyah, 15 april 2012




NARASI SEPI

Hem….
Sepiku diantara keramaian
Melumpuhkan kelopak semangat,
Masa ia seribu jam aku melukis keremangan
Di bawah bongkahan pohon bebiruan,

Ih,,, sepatu tuaku mengajak berlari
Padahal mata kakiku bengkak
Sejak kapan mendung duka yang pernah
Terpahat dikerudung sunyi angin siang
Menggubah langit yang berwarna biru
Sehingga malaikat bubar melaksanakan
Rapat paripurna

Akibat putting beliung kalang kabut
Tak memikirkan arah
Sementara jadwal yang telah ia pangpangkan
Mulai ternganga disepanjang mendung.

Kukira itu persoalan biasa
Persoalan yang nantinya mengajakku menemui
Raja-raj samudra yang selama ini
Telah banyak mengusir gerak-gerik
Yang mencurigakan

Aduhai mengapa jadi bimang
Padahal dikediaman sendiri
Kediaman yang penuh lirik senyum
Memikirkan kebinasaan yang tak jelas.

3 maret 2012


MASYARAKAT BAWAH SIWALAN

Sejuk abjad yang kubelai di persimpangan kesibukan
mengisyaratkan perjalanan khafilah yang berabad-abad
namun tak lupa kutambalkan di dinding namanya

merajam waktu separuh tarian matahari,
kemudian kumulai keberanian menggubah salju
di bening sofa memintal tatapan kekanan kemudian kekiri,

udara yang busuk mulai menyeringai hidung
hingga akhirnya pintu gerbang mengusirku
di pinggiran lorong yang di satpami tiga pendekar.
Perjalan khafilah belum tiba di masyarakat bawah siwalan.

Longos,2012


KUNANG-KUNANG BERTAFAKKUR

Kemarin tadi adalah persahabatanku
dengan jenggot sawah yang  mulai menguning,
diantara bola mata perjalanan
seperti aliran gerimis yang berdesing-desing
merangkul seribu rindu dedaunan yang melambai-lambai kehausan, sepercik keinginan menabuh gendang kecapi di ulu hati
menabur canda ria menitiri sungai-sungai
batu tikar yang telah berhasil membaringkanku di ujung arusnya menyala-nyala menebas batang leher lumut-lumut,
siapapun dilumatnya termasuk sekawanan badai pekabar bijak,
seiring kami didengus oleh keremangan dari buritan wajah mengunjungi seribu kunang-kunang bertafakkur
di bawah bentangan langit mengharap petang berkepanjangan,
tak sempat lama pertemuan kami dengannya
terusir oleh dua deminsi menghadang arah.


Banuaju,22 maret 2012