Sabtu, 07 Desember 2013

Kumpulan Puisi



MENATA RANJANG BATIN

Sketsa noda yang mencabik-cabik debu di dada
Mengasingkan kemelut rindu keheningan
Selama 74 jam jendela batinku mengelilingi
Imajinasi memotret kemilau ringik bebunga

Yang baru saja bermekaran
Aku nikmati aroma yang menyeruak dari kelopakya
Menyudutkan hasrat kerumunan

Selama mata terbuka
Nadi berdetak
Jiwa tembangkan syair-syair romance
Embun semakin ramai dengan senyum
Membelai rambut telanjang

Menata ranjang batin
Hingga menyenyakkan tafakkur
Setiap saat.

Bangkal, 12 april 2012



SEPERTI  MALAM  YANG  MELELAPKANKU

Seperti malam yang melelapkanku
Serta wajahmu seringkali menggadaikan kelembutan dimataku
Setelah kenangan berhasil kita mandikan
Dengan permadani, sejuta senyum mengitarinya
Lalu setiap kedai yang pernah kita tempati
Selalu melambaikan teduh kesejukan

Bila aku tenun musim menjadi gaun yang indah
Kau mengakak sejadi-jadinya
Mengundang amarah angin lelatu
Karena di sampingmu hamparan tikar
Mengersuk tak bersahabat lagi

Bila kau sematkan cinta yang kuutus padamu
Menjadi raja di pangkuanmu
Kado yang dibawanya kau musiumkan
Di dadamu hingga sejarah memanuskripkan
Bagai laila majnun

Bila wajahku dan wajahmu meramaikan suasana
Bak gemintang meramaikan malam
Bak cumbuan embun meramaikan pagi
Menjadikan selaksa kebahagiaan
Terpingkal-pingkal menawari kebinasaan.

Masjid jamik Al karimiyyah, 15 april 2012



NARASI SEPI

Hem….
Sepiku diantara keramaian
Melumpuhkan kelopak semangat,
Masa ia seribu jam aku melukis keremangan
Di bawah bongkahan pohon bebiruan,

Ih,,, sepatu tuaku mengajak berlari
Padahal mata kakiku bengkak
Sejak kapan mendung duka yang pernah
Terpahat dikerudung sunyi angin siang
Menggubah langit yang berwarna biru
Sehingga malaikat bubar melaksanakan
Rapat paripurna

Akibat putting beliung kalang kabut
Tak memikirkan arah
Sementara jadwal yang telah ia pangpangkan
Mulai ternganga disepanjang mendung.

Kukira itu persoalan biasa
Persoalan yang nantinya mengajakku menemui
Raja-raj samudra yang selama ini
Telah banyak mengusir gerak-gerik
Yang mencurigakan

Aduhai mengapa jadi bimang
Padahal dikediaman sendiri
Kediaman yang penuh lirik senyum
Memikirkan kebinasaan yang tak jelas.

3 maret 2012


MASYARAKAT BAWAH SIWALAN

Sejuk abjad yang kubelai di persimpangan kesibukan
mengisyaratkan perjalanan khafilah yang berabad-abad
namun tak lupa kutambalkan di dinding namanya

merajam waktu separuh tarian matahari,
kemudian kumulai keberanian menggubah salju
di bening sofa memintal tatapan kekanan kemudian kekiri,

udara yang busuk mulai menyeringai hidung
hingga akhirnya pintu gerbang mengusirku
di pinggiran lorong yang di satpami tiga pendekar.
Perjalan khafilah belum tiba di masyarakat bawah siwalan.

Longos,2012



KUNANG-KUNANG BERTAFAKKUR

Kemarin tadi adalah persahabatanku
dengan jenggot sawah yang  mulai menguning,
diantara bola mata perjalanan
seperti aliran gerimis yang berdesing-desing
merangkul seribu rindu dedaunan yang melambai-lambai kehausan, sepercik keinginan menabuh gendang kecapi di ulu hati
menabur canda ria menitiri sungai-sungai
batu tikar yang telah berhasil membaringkanku di ujung arusnya menyala-nyala menebas batang leher lumut-lumut,
siapapun dilumatnya termasuk sekawanan badai pekabar bijak,
seiring kami didengus oleh keremangan dari buritan wajah mengunjungi seribu kunang-kunang bertafakkur
di bawah bentangan langit mengharap petang berkepanjangan,
tak sempat lama pertemuan kami dengannya
terusir oleh dua deminsi menghadang arah.


Banuaju,22 maret 2012



NYANYIAN PENGEMBARAAN
                       

Di istana pribadi kami mengukir sejuk
Menelusuri kawah perairan
Disepanjang lembaran wisata

Kasti persahabatan menghiasi senja
Yang teriak-teriak mulai kedinginan di ubun malam
Kegalauan mulai menari-nari
Mengutip aksara keramaian

Namun kian besit lamunan dibentur
Pengasingan kami ke sebrang
Mematuk-matuk kengan yang bersejarah
Yang mengapungkan sandiwara
Akan dipasung oleh cibiran
Dan dengusan tatapan yang bianal

Aduh fajar tak henti-henti merobohkan badannya
Diwajah kami, namun tiada sandiwara
Yang terukir kembali
Karena semakin jauh pengembaraan kami
Di alam mimpi.
Banuaju,22 maret 2012




SENYUM YANG TERBAKAR DI BIBIRMU

Senyum yang terbakar di bibirmu mengalirkan kesah tampa ujung
Sementara syahadat perilakumu menamparkan kecemburuanku

Apa yang engkau katakan kemarin pagi itu
Mengeringkan berlembar dedaun hijau di hatiku,
Mungkin dirimu melupakan bianglala sujud di pangkuanku
Melukis keindahan pada lembar kertas harianku

Sampai basah tempat teduhku dengan keringat kehawatiran
Melanglang buana prahara yang tak jelas di hadapanku
Aku mengelilingi seluruh atsar-atsarmu mencari kebahagiaan
Namun seberkas saja belum aku temukan sejarahmu

Bila saja waktu merayuku mengantarkan  ke suatu tempat
yang belum sempat aku merekamnya dengan tatapan mata
mungkin aku merasa takjub, namun belum memastikan aku kerasan

bukankah kau sudah tau tentang ilalang yang selalu
melambaikan kemesrahan namun tak pernah aku hiraukan ,
bukankah kau sudah melihat tentang angin yang selalu
menyisir rambutku tak pernah aku banggakan,

karena bagiku apa yang kau banggakan
belum pasti aku menyukainya,
selera kita memang beda tapi  belum cukup
kau jadikan hukum untuk mengadiliku.


SETELAH MATAHARI DUDUK DI KEPALAKU

Desir ombak yang menggemuruh di dadaku
Kini mulai meletih setelah aku temukan beberapa saat kemudian
Riak air yang muaranya jernih

Aku pasrahkan semua dahaga padanya
Karena aku yakin ia pasti mampu mengusirnya
Walau semilir angin berubah menjadi topan
Tetap saja aku hadpkan wajahku padaMU ya rob

Karena semua terminal yang aku singgahi
Kelihatannya sama saja
Banyak sekali mereka yang pola fikirnya
Sudah di bonsai dengan pekerjaan yang membosankan
Siapa saja yang dijadikan sebagai pemujaan

Setelah matahari duduk di kepalaku
Baru saja ragaku melansir dari tempat bersandar
Aku letih, tubuhku lunglai
Layaknya orang yang bepergian jauh

Hotel sahid surabaya, 04 okt 2012


PERKENALKAN NAMAKU

Kawan, aku  adalah orang yang baru kali ini
Mengenal keramaian terminal
Di lorong-lorong yang dipenuhi oleh
Riak mobil mobil yang berpacuan

Aku jadi takut salah tingka
Sementara jerit jiwa menyala-nyala
Membisikkan hal-hal yang belum pernah
Aku alami sebelumnya

Kawan, aku dari jauh sekali
Dari sebrang pulau sana
Datang kemari untuk mengenalmu semua
Bila saja aku tumpahkan kemelut resah
Yang aku alami saat ini
Maka tidak akan pernah ada yang tahu
Bahkan aku sendiri masih belum tahu,
Dimana jiwaku bertumpu

Sekalipun saat ini tubuhku berjingkrak-jingkrak
Di depan kalian, namun tetap saja separuh jiwaku
Masih bersama mereka disana
Yang percaya kepadaku, sehingga dengan kepercayaan itu
Maka aku kini menjelma jadi diriku sendiri
Bukan orang lain di depan kalian.

Kawan jadikanlah aku sebagai teman seperjuangan
Sebab tujuan kita sama
Keinginan kita sama
Dan cita-cita kita sama.

MALAM YANG BENGIS
Sepertinya, langit menjadi kelam sebab
Rembulan tak meniup mazamir daud lagi
Hentakan nafas yang tengkurap mengejang tangis menjadi-jadi
Aku terkapar nan terlelap
Menindihkan batin di wajahnya
Sementara asa tercerai berai
Merampungkan sakit kembali sunyi
Padmu aku mengemis
Padamu aku menangis
Terpaku dengan sejenis
Pada malam yang bengis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar