PESAN
TERAKHIRKU
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Jangan
lupa surat yang tak sempat aku tulis dengan kertas itu
Kau
sampaikan pada mereka yang masih kelaparan, karena didalamnya
Telah
kujelaskan menu makanan yang enak
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Sempatkan
dulu solat dua rakaat
Sebelum
engkau laporkan perihal kesetiaan mentari
Karena
didalam solatmu tuhan akan mengabulkan hajatmu
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Dawamkan
angin sepoi di pundak pagi
Mengantarkan
salam keseluruh penjuru
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Sebelum
mentari ditelan bumi
Karena
sebentar lagi
Geger
anjing akan menggersangkan hati
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Bacalah
apa yang dapat kau baca
Untuk
membentengi perjalananmu
Kesebrang,
teringat duri telentang
Memenuhi
sepanjang jalan kecil,
Pergilah
kalau kau ingin pergi
Selamat
jalan semoga mendung
Menggiringmu
sampai tujuan.
Beraji
23 februari 2012
AKU DENGAN SECANGKIR KOPI
Aku dengan secangkir kopi
Memandikan sajak-sajak yang baru bermekaran
Menemaniku menyanyikan lagu-lagu sunyi
Karena sebatang bolpen dan selembar kertas
Berhasil aku sandra.
Rupa-rupanya malam sudah merampungkan senyum
Sedangkan lelampu mulai melambaikan tangan
Kemesrahan mengundang pagi,
Aduhai di pagi menggigil
Apa yang hendak aku rampungkan hari ini
Karena telah dua masa dan dua babak
Telah berhasil aku kelabuhi,
Ini adalah kenangan
Kenangan yang
tak mungkin habis ditelan masa
Kenangan yang
tiada akhir sekalipun ada awal
Hotel sahid surabaya, 05 okt 2012
SKETSA
JALAN
Apa
kau sudah tahu
jalan
begitu jauh dan melinatang di setiap persimpangan,
sementara
ilalang dilembah mengumandangkan syair rindu padamu, sejak kau merias penganten
kembar di beberapa istana,
mengalungkan
persemidian yang menjadi khalwat seabad kemudian.
Aku
belum mengerti setapak yang kau licinkan dengan aspal
Kini
tembus di pintu rumahku
Kau
taruh satpam di tempat pelacuranku
Sehinngga
aku tak lagi melacur
Kau
suruh para da’I memusnahkan gerejaku
Agar
aku berhenti mengeja tuhan.
Katakan
saja siapa yang tak merasa gelisah
Kalau
bilangan yang terpatri di mendung
Kemudian
engkau hapus dengan rinai hujan
Padahal
cita-cita mereka sebesar bilangan
Telah
terpatri di mendung.
Beraji
25 februari 2012
TAMAN
MULAI MENGARAT DI DADANYA
Bila
aku menanamkan uang kesaku
Maka
lengking suara menyambar-nyambar telinga
Menjadikan
seribu satpam sabar
Sebesit
kemudian suara itu membludak
Membangun
cagar kehidupan
Senantiasa
istana megah yang selalu menghajar ingatan untuk selalu dirindukan.
Sunyi
rawan menjadi teman
Bahkan
senyum nyaris tiada sebagai saksi hija’iyyahnya
Sumpah
suara akan meramaikan cagar kehidupan yang lumrah
Berdirian
kala tahu tiada bayangan baskom senggama perawan tua lagi
Semasa
taman mulai mengarat didadanya
Maka
rerumputan tak lagi menghijau
Karena
semisal rinai gerimis mengguyurnya
Hanyalah
seribu abad sekali
Hingga
tak cukup mengusir dahaga yang berkepanjangan memekiknya
Beraji,
25februari 2012
BUKAN AKU TAK MAU
Bukan aku tak mau menjengukmu,
Tapi rimbun yang bergantian mengahadangku ini
Melepuhkan badai kesahku untuk menopang tubuh,
Anyir sudah perahu jiwa ini dengan semua prahara,
Di depan mata, akibat ombak berbuih dahsyat mengamangi
jantung menerkam tanya yang ada
Bukan aku tak mau membelaimu, dengan kasih sayang
Aku kira waktuku aku sulam seluruhnya untuk mengingatmu,
meskipun diri ini bagai dedaunan yang belum gugur habis disantap ulat
Bukan aku tak mau menemanimu,
Andai kau tahu hati ini selalu menjaga dan mengukir
namamu, dengan tinta yang akan aku kekalkan dimasa kita memandikan tubuh dan
membersihkan peluh yang mengalir akibat terlalu lama kita dikejar oleh matahari
Bukan aku tak mau meneduhkan diri ini bersamamu,
Andai kau tahu dirimu selalu kujaga dengan keabadian
namamu dibeberapa lembar perasaanku,
Tunggu saja aku di pelabuhan rindumu
Sebab sebentar lagi rindumu akan mengabulkan apa yang
kamu rindukan.
TEBASLAH
BERHALA YANG BERTEDUH DILAUT JIWAMU
Selagi
matahari cemaskan embun
Cepatlah
kau tanggalkan sepatumu
Untuk
melukis kesejukan diantara gigil yang bergelombang
Mengibarkan
bendera perupacaraan
Bahwa
saat yang begitu singkat kini menjelma ratusan prajurit
Untuk
menebas-nebas misimu
Sementara
kau belum siap berperang
Pedang
yang kau asah belum tajam
Sekalipun
mengkilap tak kuasa menancap
Kalaupun
mereka enggan mengikuti jalan
Yang
mereka petakkan disusdut kebinasaan
Merekapun
akan mampu mebmbabat rimba yang lain
Sebagai
lorong besar kemaksiata
Sejak
harapan sanggup belajar merenangi aliran air mata kebahagiaan
Maka
ikan-ikan kenangan semakin gemulai menepuk-nepuk jemarinya
Banyak
sekali kabut menyamarkan ungkapan
Yang
telah aku lukis diantara atmosfer dan ozon-ozon
Banyak
sekali senyum dipenjarakan oleh wajah pucat pasi
Lantaran
menganggap semua harapan telah berubah
Menjadi
ruang hampa belaka
Untuk
sementara waktu
Tebaslah
seluruh berhala yang berteduh ditaman jiwamu
Karena
ia akan mengapungkan kemusrikan
Beraji,29
februari2011
KEBUN
SENJA
: bojes
sahabatku
Sebongkah
wirid yang kau tunggangi
Telah
terkapar semarak kebahagiaan
Betapa
luruh jiwamu disayat-sayat pedang kegelisahan
Sekalipun
yang kini kau derita
Melebihi
tamparan seribu malaikat
Alangkah
terkesima kumbang dan tawon
Menyaksikan
mawar yang kau satpami beberapa abad yang lalu
Kini
mekar dikebun senja
Lembaran
yang kau titipkan pada nyanyian angin malam
Kini
sobek akibat decak hujan berlebihan
Sementara
bayang-bayang keramaian
Bergantian
mewarnai tatapanmu
Memang
perih namun tak ada asap kemenyan untuk mengundang
Harumnya
mistik kekhusu’an melambungkan hasrat ketentraman
Pupuklah
ketabahanmu dengan tawakkal
Selagi
angin masih angin buritan
Agar
penyakit yang derita tidak merong-rong kesekujur tubuh
Jangan
hamburkan seluruh amarah
Karena
tak mungkin lagi
Senyum
yang berlarian itu
Sekejap
mata kembali
Walau
malam-malam kau putar tasbih
Menembangkan
rojak, kini telah pupus segala apa yang kau ukir
Menjadi
kabur tak lagi terbaca
Pedih,
perih memang bercambur baur
Tapi
janganlah penggal seluruh mawar
Yang
masih mengharap taburan air matamu
Karena
esok akan menjaga tidur lelapmu….
Beraji,1
februari 2012
KEMUNAFIKAN
YANG MENJADI SELIMUT
Banyak
sekali istana yang bermunculan tak ditemukan pendirinya, akibat tiada keinginan
keberadaannya bila wajah yang mereka hadapkan hanya untuk menebus dosa tiada
kesungguhan dalam tindakan kemunafikan yang menjadi selimutnya
semakinmembengkak mengusir dengin kebenaran, bersajak adalah hobi menjadikannya
mengenal dunia, namun belum cukup sebagai bekal diperjalanan karena terlampau
banyak pengemis yang mengarat diterminal-terminal. Seandainya batu-batu
menjelma mutiara katamu maka akan kutitahkan ajudan yang selalu menebar senyum
di sisiku untuk menyisihkan sinar kemilau yang dipancarkan mutiara itu, agar
mereka tak lagi ceramah kesengsaraan.
Beraji,01
februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar